PENGETAHUAAN UMUM
Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya
dengan baik, calon guru harus memiliki empat standar kompetensi guru, yaitu (1)
kompetensi pedagogis, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan
(4) kompetensi profesional. Kompetensi pedagogis adalah kompetensi yanga
terkait dengan penguasaan guru tentang teori belajar mengajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, termasuk di dalamnya penguasaan
terhadap hal-hal yang terkait dengan kurikulum.
Mata kuliah Kurikulum dan Pengembangan Materi
Pembelajaran ini diharapkan dapat menjadi bekal para calon guru tentang
berbagai aspek yang terkait kurikulum dan pembelajaran. Dalam sistem pendidikan
nasional, kita mengenal tiga komponen utama, yakni (1) peserta didik, (2)
guru, dan (3) kurikulum. Dalam proses belajar mengajar, ketiga komponen
tersebut terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Tanpa peserta didik,
guru tidak akan dapat melaksanakan proses pembelajaran. Tanpa guru para siswa
juga tidak akan dapat secara optimal belajar. Tapa kurikulum, guru pun tidak
akan mempunyai bahan ajar yang akan diajarkan kepada peserta didik.
Mata
kuliah Kurikulum dan Pengembangan Materi Pembelajaran ini mencakup dua hal
penting: (1) hal-hal yang terkait dengan kurikulum, dan (2) pengembangan materi
pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum.
1
Kompetensi
Setelah mengikuti kegiatan
perkuliahan dalam mata kuliah Kurikulum dan Pengembangan Materi Pembelajaran,
diharapkan mahasiswa dapat memiliki kompetensi sebagai berikut:
2.1. Memahami
pengertian kurikulum;
2.2. Memahami
komponen utama kurikulum;
2.3. Memahami
proses pengembangan kurikulum;
2.4. Memahami
sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia ;
2.5.
Memahami
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP);
2.6.
Memahami
silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
2
Tujuan Pembelajaran
3.1. Menjelaskan
pengertian etimologis kurikulum;
3.2. Menjelaskan
beberapa definisi kurikulum;
3.3. Menjelaskan
beberapa macam kurikulum;
3.4. Menyebutkan
komponen utama kurikulum;
3.5.
Menyebutkan
dua dokumen KTSP;
3.6.
Menyusun
dua dokumen KTSP tersebut;
3.7.
Menyusun
silabus;
3.8.
Menyusun
RPP.
3
Kegiatan Pembelajaran
3.1
Rincian Materi Pembelajaran
Mata kuliah ini disampaikan kepada
mahasiswa dalam 12 kali pertemuan dengan rindian materi pembelajaran sebagai
berikut:
Pertemuan
|
Materi
pembelajaran
|
I
|
Informasi Mata
Kuliah
|
II
|
Pengertian
Etimologis Kurikulum
|
III
|
Definisi
Kurikulum
|
IV
|
Macam-macam
Kurikulum
|
V
|
Pengembangan
Kurikulum
|
VI
|
UTS
|
VII
|
Perkembangan
Kurikulum Di Indonesia
|
VIII
|
KTSP:
Dokumen I
|
IX
|
KTSP:
Dokumen II
|
X
|
Silabus
|
XI
|
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
|
XII
|
UAS dan Tugas
Mandiri
|
3.2
Uraian Singkat Materi
Pembelajaran dan Contoh
Pertemuan I: Informasi
Mata Kuliah
·
Dalam
pertemuan ini mahasiswa akan menerima fotokopi silabus mata kuliah, agar secara
dini mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang akan dipelajari selama satu
semester.
·
Mahasiswa
paling tidak memiliki satu buku referensi untuk mata kuliah ini. Mahasiswa
harus melaporkan tentang buku referensi apa yang dimiliki.
·
Pertemuan
ini seluruhnya dilakukan dengan cara dialog antara dosen dengan mahasiswa.
Pertemuan II: Manusia dan Pendidikan
Pengertian kurikulum:
·
Secara
etimologis, kurikulum berasal dari
kata dalam Bahasa Latim ”curir” yang artinya pelari, dan ”curere yang artinya
”tempat berlari”. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada
zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarah yang harus
ditempuh oleh pelari dari garis start
sampai dengan finish.
·
In The
Curriculum, the first textbook published on the subject, in 1918, John Franklin Bobbitt said that curriculim,
as an idea, has its roots in the Latin word for race-course, explaining the
curriculum as the course of deeds and experiences through which children become
the adults they
should be, for success in adult society.
Furthermore, the curriculum encompasses the entire scope of formative deed and
experience occurring in and out of school, and not experiences occurring in school; experiences
that are unplanned and undirected, and experiences intentionally directed for
the purposeful formation of adult members of society (www.wikipedia.com).
·
Secara
terminologis, istilah kurikulum yang
digunakan dalam dunia pendidikan dengan pengertian sebagai sejumlah pengetahuan
atau mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa untuk mencapai
satu tujuan pendidikan atau kompetensi yang ditetapkan. Sebagai tanda atau bukti bahwa seseorang peserta
didik telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan adalah dengan
sebuah ijazah atau sertifikat.
·
Pengertian
kurikulum mengalami perkembangan selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan
itu sendiri. Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed, guru besar Universitas Pendidikan
Indonesia telah merumuskan perkembangan pengertian kurikulum tersebut dengan
menggunakan formula sebagai berikut:
·
K = -------------, artinya kurikulum
adalah jarak yang harus ditempuh
oleh pelari.
·
K =
Σ MP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik.
·
K =
Σ MP + KK, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan
yang telah direncanakan sekolah yang harus ditempuh oleh peserta didik.
·
K =
Σ MP + K + SS + TP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan dan segala
sesuatu yang yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik
sesuai dengan tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah atau sekolah.
Pertemuan III: Definisi
Kurikulum
Para pakar kurikulum telah mencoba untuk
mendefinisikan kurikulum. Dari sekian banyak definisi tersebut dalam modul ini
akan dikemukakan beberapa definisi.
·
In The
Curriculum, the first textbook published on the subject, in 1918, John Franklin Bobbitt said that, the
curriculum is a social engineering arena. Per his cultural
presumptions and social definitions, his curricular formulation has two notable
features: (i) that scientific experts would best be qualified to and
justified in designing curricula based upon their expert knowledge of
what qualities are desirable in adult members of society, and which experiences
would generate said qualities; and (ii) curriculum defined as the
deeds-experiences the student ought to
have to become the adult he or she ought become.
·
Hence, he defined the curriculum as an
ideal, rather than as the concrete reality of the
deeds and experiences that form people to who and what they are.
·
Contemporary views of curriculum reject
these features of Bobbitt's postulates, but retain the basis of curriculum as
the course of experience(s) that forms human beings in to persons. Personal
formation via curricula is studied at the personal level and at the group
level, i.e. cultures
and societies (e.g. professional formation, academic discipline via historical experience).
The formation of a group is reciprocal, with the formation of its individual
participants.
·
Although it formally appeared in Bobbitt's
definition,
curriculum as a course of formative experience also pervades John Dewey's
work (who disagreed with Bobbitt on important matters). Although Bobbitt's and
Dewey's idealistic understanding of "curriculum" is different from
current, restricted uses of the word, curriculum writers and researchers
generally share it as common, substantive understanding of curriculum.
·
In formal education or schooling (cf. education), a
curriculum is the set of courses, course work, and content offered at a school or university.
A curriculum may be partly or entirely determined by an external, authoritative
body (i.e. the National Curriculum for England in English schools).
In the U.S., each state, with the
individual school districts, establishes the curricula taught.
Each state, however, builds its curriculum with great participation of national
academic subject groups selected by the United States Department of Education,
e.g. National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) for mathematical instruction. In Australia
each state's Education Department establishes curricula. UNESCO's International
Bureau of Education has the primary mission of studying curricula and their
implementation worldwide.
·
Curriculum
means two things: (i) the range of courses from which students choose what
subject matters to study, and (ii) a specific learning program. In the latter
case, the curriculum collectively describes the teaching, learning, and
assessment materials available for a given course of study.
·
Edward A. Krug mendefinisikan kurikulum sebagai
berikut. “A curriculum consists of the means used to achieve or carry out
given purposes of schooling”.
Pertemuan IV: Macam-macam Kurikulum
Kita mengenal
berbagai macam kurikulum ditinjau dari berbagai aspek:
·
Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, kita
mengenal beberapa istilah kurikulum sebagai berikut:
1. Kurikulum
ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang
dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum
2. Kurikulum
aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan
pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun
demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum
dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum
merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam
jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut
secara bertahap dalam belajar mengajar.
3. Kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum),
yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi
kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala
sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri.
Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh,
akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan
kepribadian peserta didik.
·
Berdasarkan
struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat membedakan:
1.
Kurikulum
terpisah-pisah (separated curriculum),
kurikulum yang mata pelajarannya dirancang untuk diberikan secara
terpisah-pisah. Misalnya, mata pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata
pelajaran geografi, dan seterusnya.
2.
Kurikulum
terpadu (integrated curriculum),
kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan fusi dari beberapa mata pelajaran sejarah,
geografi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran dikenal
dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah Sekolah Dasar. Mata
pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia, dan beberapa mata pelajaran lain
diberikan dalam satu tema tertentu.
3.
Kurikulum
terkorelasi (corelated curriculum),
kurikulum yang bahan ajarnya dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan
bahan ajar yang lain.
·
Berdasarkan
pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan menjadi:
1.
Kurikulum
nasional (national curriculum), yakni
kurikulum yang disusun oleh tim pengembang tingkat nasional dan digunakan
secara nasional.
2.
Kurikulum
negara bagian (state curriculum),
yakni kurikulum yang disusun oleh masing-masing negara bagian, misalnya di
masing-masing negara bagian di Amerika Serikat.
3.
Kurikulum
sekolah (school curriculum), yakni
kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari
keinginan untuk melakukan diferensiasi dalam kurikulum.
Pertemuan V: Pengembangan
Kurikulum
Yang dimaksud pengembangan kurikulum adalah proses penyusunan kurikulum
oleh pengembang kurikulum (curriculum
developer) dan kegiatan yang dilakukan
agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pertemuan VI: UTS
Dalam pertemuan V ini, mahasiswa akan menjawab menjawab soal-soal berbentuk
Benar – Salah sebagai berikut:
·
Secara etimologis, kurikulum diartikan sebagai
jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari (B/S)
·
Pengertian curriculum
sama atau identik dengan curriculum vitae
(B/S)
·
Kurikulum
berasal dari kata dalam Bahasa Latim ”curir” yang artinya pelari, dan ”curere
yang artinya ”tempat berlari” (B/S).
·
Perilaku
pendidik yang menjadi perhatian peserta didik dapat menjadi kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum) (B/S)
·
KTSP
merupakan national curriculum (B/S)
·
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran dalam Integrated Curriculum (B/S).
·
Model
pembelajaran tematik yang diberikan di kelas awal Sekolah Dasar merupakan
pelaksanaan dari Separated Curriculum
(B/S)
·
Sejarah
merupakan mata pelajaran dalam Separated
Curriculum (B/S)
·
Sains
merupakan mata pelajaran dalam Corelated
Curriculum (B/S)
Pertemuan VII:
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Secara umum, perubahan dan
penyempurnaan kurikulum dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Perubahan
kurikulum tersebut dilakukan agar kurikulum tidak ketinggalan dengan
perkembangan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologinya. Kurikulum
yang pernah diberlakukan secara nasional di Indonesia dapat dijelaskan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel Kronologis Perkembangan Kurikulum di
Indonesia
Tahun
|
Kurikulum
|
Keterangan
|
1947
|
Rencana
Pelajaran 1947
|
· Kurikulum ini merupakan kurikulum
pertama di Indonesia setelah kemerdekaan.
· Istilah kurikulum masih belum digunakan.
Sementara istilah yang
digunakan adalah Rencana Pelajaran
|
1954
|
Rencana
Pelajaran 1954
|
· Kurikulum ini masih sama dengan
kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran 1947
|
1968
|
Kurikulum 1968
|
· Kurikulum ini merupakan kurikulum
terintegrasi pertama di Indonesia. Beberapa masa pelajaran, seperti Sejarah,
Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu
Pengetahuan Sosial (Social Studies). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu
Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam
(IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains.
|
1975
|
Kurikulum 1975
|
· Kurikulum ini disusun dengan kolom-kolom
yang sangat rinci.
|
1984
|
Kurikulum 1984
|
· Kurikulum ini merupakan penyempurnaan
dari kurikulum 1975
|
1994
|
Kurikulum 1994
|
· Kurikulum ini merupakan penyempurnaan
dari kurikulum 1984
|
2004
|
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK)
|
· Kurikulum ini belum diterapkan di
seluruh sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah telah dijadikan uji coba dalam
rangka proses pengembangan kurikulum ini
|
2008
|
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
|
· KBK sering disebut sebagai jiwa
KTSP, karena KTSP sesungguhnya telah mengadopsi KBK. Kurikukulum ini
dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).
|
Pertemuan VIII:
KTSP: Dokumen I
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar
Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah disusun oleh satuan
pendidikan dengan mengacu kepada standar isi (SI) dan standar kelulusan
(SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Selain dari itu,
penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum
dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005
Apa yang dimaksud dengan KTSP ?
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Tujuan
tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah,
satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh
satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Bagaimana Konsep Dasar KTSP?
Konsep dasar KTSP meliputi 3
(tiga) aspek yang saling terkait, yaitu (a) kegiatan pembelajaran, (b)
penilaian, dan (c) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
Kegiatan pembelajaran dalam KTSP
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.
Berpusat pada peserta didik
2.
Mengembangkan kreativitas
3.
Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
4.
Kontekstual
5.
Menyediakan pengalaman belajar yang beragam
6.
Belajar melalui berbuat
Penilaian dalam KTSP mempunyai
karakteristik
1.
Dilakukan
oleh guru untuk mengetahui tingkat
penguasaan kompetensi yang ditetapkan, bersifat internal, bagian dari
pembelajaran, dan sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar;
2.
Berorientasi
pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dilakukan melalui
berbagai cara, yaitu (a) portfolios
(kumpulan kerja siswa), (b) products
(hasil karya), (c) projects (penugasan),
(d) performances (unjuk kerja), dan
(e) paper & pen test (tes tulis).
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah
Pengelolaan kurikulum berbasis
sekolah mempunyai prinsip-prinsip:
1.
Mengacu
pada Visi dan Misi Sekolah
2.
Pengembangan
perangkat kurikulum (a.l. silabus)
3.
Pemberdayaan
tenaga kependidikan dan sumber daya lainnya untuk meningkatkan mutu hasil
belajar
4.
Pemantauan dan
Apa Landasan KTSP ?
1.
UU
Nomor20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2.
PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3.
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
4.
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan
5.
Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 dan Nomor 6 Tahun 2007 tentang pelaksanaan
Permendiknas Nomor 22 dan 23/2006
6.
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan
Bagaimana Prinsip
Pengembangan KTSP?
Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum.
|
|
||||
|
Prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan
prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran
berpusat pada peserta didik.
2. Beragam
dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang
dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap
perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan
jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan
lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan
dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara
dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman
belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan
dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh
dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan
dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar
sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur
pendidikan formal, nonformal, dan informal
dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang
antara kepentingan Nasional dan kepentingan Daerah
Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto
Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Acuan Operasional Penyusunan KTSP
1.
Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
2.
Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
peserta didik
3.
Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan
lingkungan
4.
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
5.
Tuntutan dunia kerja
6.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
7.
Agama
8.
Dinamika perkembangan global
9.
Persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan
10. Kondisi
sosial budaya masyarakat setempat
11. Kesetaraan
gender
12.
Karakteristik satuan pendidikan
Dokumen I KTSP
Dokumen I KTSP terdiri atas 4 bab, meliputi:
1.
Bab I
Pendahuluan, meliputi subbab (A) Latar Belakang, (B) Tujuan, dan (C) Prinsip
Pengembangan KTSP.
2.
Bab
II Tujuan Pendidikan, meliputi subbab (A) Visi, (B) Misi, (C) Tujuan Sekolah.
3.
Bab
III Struktur dan Muatan Kurikulum, meliputi (A) mata pelajaran, (B) muatan
lokal, (C) kegiatan pengembangan diri, (D) pengaturan beban belajar, (E)
ketuntasan belajar, (F) kenaikan kelas dan kelulusan, (G) pendidikan kecakapan
hidup, dan (H) pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
Mata pelajaran muatan nasional, alokasi jam pelajaran, dan pengelompokan
mata pelajaran serta aturan pengelolaan jam pelajaran mengacu pada Bab II Standar Isi. Muatan Lokal
merupakan mata pelajaran yang dikembangkan untuk mengakomodasi kepentingan
daerah atau satuan pendidikan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi
dasar yang akan dicapai dilakukan oleh satuan pendididkan dan/atau Dinas
Pendidikan yang terkait.
Kegiatan pengembangan diri merupakan kegiatan yang mewadahi bakat dan minat
peserta didik. Tujuan kegiatan pengembangan diri adalah mengembangkan potensi peserta didik, terutama pada
perubahan perilaku sesuai dengan target yang dicanangkan oleh satuan
pendidikan.
Pengaturan beban belajar mengacu pada bab III Standar Isi. Beban belajar
dalam bentuk tatap muka dirancang bersama oleh satuan pendidikan. Rancangan
beban belajar dalam bentuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur dirancang oleh guru mata pelajaran.
Ketuntasan belajar adalah target minimal yang akan dicapai oleh satuan
pendidikan. Kriteria Ketuntasan minimal (KKM) merupakan hasil analisis atas
kompleksitas, daya dukung, dan intake siswa terhadap kompetensi dasar, standar
kompetensi, dan mata pelajaran yang dibelajarkan. Agar hasil belajar peserta
didik dapat mencapai, bahkan melebihi
KKM, satuan pendidikan merancang program remedial dan pengayaan.
Kriteria kenaikan kelas dan kelulusan dikembangkan oleh satuan pendidikan.
Acuan minimal kriteria kenaikan kelas adalah Peraturan Dirjen tentang Laporan
Hasil Belajar dan POS UN tahun sebelumnya.
Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kecakapan yang diperlukan agar
seseorang mampu dan berani menghadapi
problema kehidupan dan memecahkannya secara arif dan kreatif. Kecakapan hidup
yang perlu dikembangkan adalah kecakapan personal, sosial, dan akademik.
Kecakapan vokasional terakomodasi dalam mata pelajaran muatan lokal.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan lokal dan meningkatkan daya saing
global. Keunggulan lokal dapat dikembangkan dalam muatan lokal, pengembangan
diri, maupun terintegrasi dalam mata pelajaran.
4. Baba IV Kalender pendidikan berisi
rancangan kalender sekolah yang mengacu pada kalender dinas pendidikan terkait
dan pedoman penyusunan kalender yang terdapat dalam bab IV standar isi.
Pertemuan IX: KTSP:
Dokumen II
Dokumen KTSP:
·
KTSP
terdiri atas dua dokumen, yaitu (1) dokumen I yang berisi tentang (a) landasan,
(b) program, dan (c) pengembangan kurikulum.
·
Dokumen
I (pertama) disusun oleh tim handal yang dibentuk oleh sekolah dengan
melibatkan semua pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan tersebut adalah (1)
kepala sekolah, (2) guru, (3) tenaga administrasi, (4) pengawas sekolah, dan
(5) komite sekolah dan orangtua siswa, serta (6) dinas pendidikan.
·
Dokumen
II (kedua) merupakan penjabaran secara operasional dari dokumen pertama,
terdiri atas (a) silabus dan (b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
·
Dokumen
Dokumen II disusun oleh guru kelas dan guru mata pelajaran, atau kelompok kerja
guru kelas atau guru mata pelajaran dalam kegiatan organisasi profesi seperti
Kelompok Kerja Guru (untuk guru sekolah dasar), Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), atau bahkan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Pertemuan X: Silabus
Apakah itu silabus?
Silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian,
alokasi waktu, dan sumber belajar
Silabus menjawab tiga
pertanyaan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu apa kompetensi yang harus
dikuasai siswa, bagaimana cara mencapainya, dan bagaimana cara mengetahui
pencapaiannya.
Siapa yang menyusun silabus?
Silabus disusun oleh guru yang mengajarkan mata pelajaran. Proses
penyusunan silabus dapat saja disusun bersama oleh satu tim guru mata
pelajaran, dalam satu kegiatan guru, misalnya dalam kegiatan MGMP.
Apa landasan penyusunan silabus?
Berdasarkan
PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 Ayat
(2), Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah
supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan
di bidang agama untuk MI. MTs, MA, dan MAK.
Contoh silabus
Contoh Silabus
Silabus
Nama Sekolah : SMP
Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
Kelas/Semester : I/1
Tujuan: Siswa dapat berkomunikasi secara lisan dan
tulis dalam bahasa Inggris dalam wacana transaksional dan interpersonal dalam
konteks
kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan lingkungan terdekat siswa.
Tema
|
Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar
|
Subtema
|
Indikator
|
Pengalaman Belajar
|
Penilaian
|
Alokasi waktu
|
Sumber/Bahan/Alat
|
My Family
|
Listening-Speaking
Siswa dapat berinteraksi secara interpersonal sangat
sederhana dengan lingkungan terdekat, terutama dalam
-
Perkenalan diri/orang lain
-
sapaan
-
ucapan terima kasih
-
permintaan maaf
|
Family life
|
Siswa terbiasa menyapa orang
lain dengan ungkapan yang benar dalam bahasa Inggris sesuai dengan waktu dan
orang yang diajak bicara.
|
Siswa membiasakan diri untuk
berinteraksi dalam hal perkenalan, sapaan, ucapan terima kasih dan permintaan
maaf dalam konteks kehidupan nyata, terutama di lingkungan sekolah, dengan
guru dan teman.
|
Penilaian
otentik dengan unjuk kerja (performan-ce)
|
10 jam
pelajaran (belum termasuk untuk terstruktur dan mandiri)
|
Contoh-contoh
teks yang sesuai (lisan dan tulis), termasuk yang diucapkan oleh guru secara
rutin atau yang diambil dari buku teks atau seumber-sumber lain.
|
Identity
|
Siswa dapat menyebutkan anggota keluarga inti dan terdekat.
|
Orang, dan alat
bantu belajar yang sesuai yang terdapat di lingkungan hidup siswa (termasuk
di rumahnya). Jika ada, tayangan atau rekaman elektronik di TV, kaset,
audio/visual, dsb.
|
|||||
Siswa dapat meminta dan memberi informasi tentang nama benda-benda di
lingkungan sekitar, seperti:
-
Things in my bedroom
-
Things in my kitchen
|
Home environ-ment
|
Siswa dapat menyebutkan nama
benda-benda yang ada di rumahnya.
|
|||||
-
Siswa dapat memahami hubungan anggota keluarga
inti dan terdekat yang disebutkan dalam teks fungsional pendek.
|
Identity
|
-
Siswa dapat membaca nyaring teks-teks bacaan
pendek dengan ucapan, intonasi, dan tata bahasa yang benar.
|
-
|
-
|
|||
-
Siswa dapat menyebutkan hubungan keluarga
orang-orang yang disebutkan dalam teks pendek, dengan bantuan family tree, seperti: ‘Rini is my ….
She’s beautiful.’, ‘I like my uncle. His name is ….’
|
|||||||
-
Siswa dapat memahami benda-benda di lingkungan
sekitar yang disebutkan dalam teks fungsional pendek.
|
-
Home environ-ment
|
-
Siswa dapat membaca nyaring teks-teks bacaan
pendek dengan ucapan, intonasi, dan tata bahasa yang benar.
-
Siswa dapat menyebutkan benda-benda yang
disebutkan dalam teks fungsional pendek.
|
-
|
-
|
|||
Writing
-
Siswa dapat menghasilkan teks fungsional
pendek untuk memperkenalkan anggota keluarga inti terdekatnya.
|
-
Identity
|
-
Menuliskan anggota keluarga inti dan
terdekatnya, dengan tata bahasa,
ejaan, dan tanda baca yang benar.
|
|||||
My School
|
…
|
-
My Classroom
-
My teachers
-
The Canteen
-
Break time
|
…
|
3
|
Pertemuan XI: Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah
rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan
dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu)
kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1
(satu) kali pertemuan atau lebih.perencanaan merupakan langkah yang sangat penting
sebelum pelaksanaan kegiatan. Kegiatan
belajar mengajar (KBM) membutuhkan perencanaan yang matang agar berjalan secara
efektif. Perencanaan KBM dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) atau beberapa istilah lain seperti desain pembelajaran, skenario
pembelajaran. RPP memuat seluruh KD, indikator yang akan dicapai, materi yang
akan dipelajari, langkah pembelajaran, waktu, media dan sumber belajar serta
penilaian untuk setiap KD.
Rencana pelaksanaan pembelajaran harus dibuat agar
kegiatan pembelajaran berjalan sistematis dan mencapai tujuan pembelajaran, tanpa
rencana pelaksanaan pembelajaran kegiatan pembelajaran di kelas biasanya tidak
terarah. Oleh karena itu peserta harus mampu menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan silabus yang disusunnya. Rencana pelaksanaan
pembelajaran harus mengimplementasikan PAKEM.
Format RPP
|
Pertemuan XII: UAS dan
Tugas Mandiri
Tugas Mandiri:
1.
Adakan
pertemuan dengan minimal 3 (tiga) orang guru (SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK). Tanyakan tentang hal-hal yang terkait
dengan silabus dan RPP kepada mereka. Buat daftar pertanyaan. Catat hasil tanya
jawab dengan mereka, dan buatkan laporan hasil tanya jawab tersebut, minimal
dalam 3 (tiga) halaman. Serahkan kepada dosen Anda.
2.
Mintalah
fotokopi silabus dan RPP buatan mereka. Serahkan kepada dosen Anda.
3.3
Tes Formatif Untuk Masing-masing
Pertemuan
Tes Formatif Pertemuan II
(pertemuan pertama hanya penjelasan singkat tentang materi mata kuliah).
Tes esai:
1.
Jelaskan
pengertian kurikulum secara etimologis!!
2.
Jelaskan
formula kurikulum berikut:
No.
|
Formula
Kurikulum |
Penjelasan |
1
|
K =
------------- |
|
2
|
K = Σ MP |
|
3
|
K
= Σ MP + KK |
|
4
|
K
= Σ MP + K + SS + TP |
Tes Formatif Pertemuan
III
Tes formatif dalam bentuk esai:
1.
Jelaskan
minimal dua definisi kurikulum yang Anda ketahui!!
2.
Definisi
yang manakah yang Anda paling lengkap. Jelaskan argumentasi Anda!
Tes Formatif Pertemuan IV
Tes tertulis dalam bentuk esai.
1.
Jelaskan
perbedaan antara kurikulum ideal dan kurikulum aktual!
2.
Jelaskan
apa yang dimaksud kurikulum tersembunyi (hidden
curriculum)! Berikan contohnya.
3.
Jelaskan
apa yang dimaksud separated curriculum,
corelated curriculum, dan integrated
curriculum. Berikan contohnya.
4.
Jelaskan
pengertian national curriculum, state
curriculum, dan school curriculum.
Tes Formatif Pertemuan VI
Tes tertulis dalam bentuk esai. Materi tes ini dirangkum dari tes formatif
2 sampai ke lima.
1.
Instansi
manakah di Departemen Pendidikan Nasional yang bertanggung jawab dalam
pengembangan kurikulum?
2.
Apakah
yang dimaksud pengembangan kurikulum (curriculum
development)?
Tes Formatif
Pertemuan VII (UTS)
Tes tertulis dalam bentuk esai.
1.
Kurikulum
1968 adalah kurikulum terintegrasi (integrated
curriculum) (B/S)
2.
Kurikulum
adalah apa yang diajarkan, guru adalah siapa yang mengajarkan, dan siswa adalah
siapa yang diberikan pelajaran (B/S).
3.
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (B/S)
4.
Kurikulum
dapat diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang akan dipelajari oleh
peserta didik (B/S)
5.
Kurikulum
faktual amat ditentukan oleh agen pembelajaran atau guru (B/S)
6.
Kurikulum
sebelum tahun 1968 masih menganut kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum) (B/S)
7.
Kurikulum
tersembuny (hidden curriculum) adalah
kurikulum yang tidak diketahui oleh guru (B/S)
8.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar (B/S)
9.
Rencana
Pelajaran 1947 merupakan kurikulum pertama di Indonesia (B/S)
10.
Rencana
Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk kurikulum sekolah (B/S)
11.
Rencana
Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk kurikulum ideal (ideal curriculum) (B/S)
12.
Rencana
Pelajaran merupakan istilah lama untuk kurikulum (B/S)
13.
Sebelum
tahun 1968 dunia pendidikan di Indonesia telah mengenal istilah kurikulum (B/S)
14.
Secara
etimologis, kurikulum berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari (B/S)
15.
Semua
kegiatan yang dirancang oleh sekolah juga termasuk dalam pengertian kurikulum
(B/S)
Tes Formatif
Pertemuan VIII
Tes tertulis dalam bentuk esai
1.
Apakah
yang dimaksud KTSP itu?
2.
Jelaskan
karakteristik pembelajaran menurut KTSP!
3.
Jelaskan karakteristik penilaian menurut KTSP!
4.
Apakah yang dimaksus penilaian portofolio?
5.
Sebutkan landasan KTSP!
6.
Sebut dan jelaskan karakteristika pengelolaan
kurikulum berbasis sekolah!
7.
Jelaskan prinsip-prinsip pengembangan KTSP!
8.
Sebutkan acuan operasional dalam penyusunan KTSP!
9.
Sebutkan 4 Bab dalam dokumen I KTSP!
10.
Siapakah yang menyusun dokumen I KTSP?
Tes Formatif Pertemuan IX
Tes tertulis dalam bentuk esai.
1.
Sebutkan
dua dokumen KTSP!
2.
Sebutkan
dua substansi dokumen II KTSP!
3.
Siapakah
yang menyusun dokumen II KTSP?
Tes Formatif
Pertemuan X
Tes tertulis dalam bentuk esai.
1.
Apakah
silabus itu?
2.
Siapa
yang harus menyusun silabus?
3.
Apa
landasan penyusunan silabus?
4.
Sebutkan
kolom-kolom yang harus ada dalam silabus!
Tes Formatif Pertemuan XI
Tes tertulis dalam bentuk esai.
1.
Apakah yang dimaksud RPP?
2.
Apakah RPP sama dengan lesson plan, atau Rencana
Pengajaran, atau Satuan Pelajaran?
3.
Bagaimana format RPP, dan jelaskan secara singkat!
4.
Apakah
itu PAKEM?
Tes UAS (Pertemuan XII)
UAS menggunakan tes tertulis dalam bentuk soal
Betul/Salah sebagai berikut:
1.
Dokumen
I KTSP berisi tentang silabus dan Rencana Pelaksanaaan Pembelajaran (B/S)
2.
Dokumen
II KTSP berisi tentang landasan, program, dan pengembangan kurikulum (B/S)
3.
Guru
senior tidak perlu membuat RPP (B/S)
4.
KTSP
dapat disebut sebagai kurikulum nasional (B/S)
5.
KTSP
disusun oleh Pusat Kurikulum (B/S)
6.
KTSP
terdiri atas dokumen I dan dokumen II (B/S)
7.
Kurikulum
1968 adalah kurikulum terintegrasi (integrated
curriculum) (B/S)
8.
Kurikulum
adalah apa yang diajarkan, guru adalah siapa yang mengajarkan, dan siswa adalah
siapa yang diberikan pelajaran (B/S).
9.
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (B/S)
10.
Kurikulum
dapat diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang akan dipelajari oleh peserta
didik (B/S)
11.
Kurikulum
faktual amat ditentukan oleh agen pembelajaran atau guru (B/S)
12.
Kurikulum
sebelum tahun 1968 masih menganut kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum) (B/S)
13.
Kurikulum
tersembuny (hidden curriculum) adalah
kurikulum yang tidak diketahui oleh guru (B/S)
14.
Pada
masa lalu RPP dikenal dengan Rencana Pembelajaran (RP) atau Satuan Pembelajaran
(B/S)
15.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar (B/S)
16.
Proses
penyusunan KTSP melibatkan para pemangku kepentingan pendidikan (B/S)
17.
Rencana
Pelajaran 1947 merupakan kurikulum pertama di Indonesia (B/S)
18.
Rencana
Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk kurikulum sekolah (B/S)
19.
Rencana
Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk kurikulum ideal (ideal curriculum) (B/S)
20.
Rencana
Pelajaran merupakan istilah lama untuk kurikulum (B/S)
21.
RPP
sebenarnya sama dengan rencana mengajar (B/S)
22.
Sebelum
tahun 1968 dunia pendidikan di Indonesia telah mengenal istilah kurikulum (B/S)
23.
Secara
etimologis, kurikulum berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari (B/S)
24.
Semua
kegiatan yang dirancang oleh sekolah juga termasuk dalam pengertian kurikulum
(B/S)
25.
Setiap
guru harus membuat silabus dan RPP (B/S)
3.4
Umpan Balik
1.
Tugas
mandiri dan tes yang akan dinilai adalah: (A) tugas mandiri, (B) tes formatif,
(C) UTS (ujian tengah semester), dan (D) UAS (ujian akhir semester).
2.
Bobot
A = 1, B = 2, C = 3, dan D = 4
3.
Nilai
Akhir Semester adalah (AX1) + (BX2) + (CX3) + (DX4) : 4.
4.
Dengan
skala 4, nilai tersebut dapat dipadankan sebagai berikut:
Baik Sekali
= 80 – 100
Baik =
70 – 79
Sedang =
60 – 69
Kurang =
< 60
4
Referensi
McNeil, John. 1985. Curriculum, A Comprehensive Introduction.
Boston :
Little, Brown and Company.
Oemar Hamalik. 1995. Kurikulum
dan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa,
dari Konsepsi Ke Implentasi. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta:
Hikayat Publishing.
Widiastono, Tonny D. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Konvensi Nasional Pendidikan
Indonesia II. 1994. Kurikulum Untuk Abad
Ke-21. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rochman Natawidjaja (Ed).
1979. Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum, Alat Peraga, dan Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Depatemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
5
Lampiran
6.1.
Lampiran 1: Artikel Pilihan
PROGRAM INOVATIF SEKOLAH
Oleh Suparlan *)
Mereka yang berfikiran hebat
membicarakan ide-ide.
Mereka yang berfikiran
sedang membicarakan peristiwa-peristiwa. Mereka yang berfikiran sempit
membicarakan orang lain
(Eleanor Roosevelt, 1884 – 1962, mantan first lady AS)
Inovasi membedakan antara pemimpin dan pengekor
(Steve Jobs, pendiri Apple
Computer)
Innovation is
change that creates a new dimension of performance
(Peter Drucker:
Hesselbein, 2003)
Innovation
is the creation of the new or the re-arranging of the old in a new way (Michael Vance)
Kita sekarang akan mencoba
menjadi orang yang berfikiran hebat. Siapa takut? Kita sedang membicarakan ide-ide
atau gagasan-gagasan, bukan membicarakan fakta-fakta saja, apalagi membicarakan
orang lain. Gagasan apa saja itu? Tentang program inovatif sekolah.
Benar sekali. Tapi,
gagasan-gagasan yang akan ditulis ini mungkin saja memang bukan benar-benar
baru bagi sekolah tertentu. Namun sekolah yang lain mungkin dapat menjadi
sesuatu yang sangat berharga. Memang, gagasan baru juga harus semua komponennya
harus baru. Gagasan baru itu bisa jadi dari gagasan yang sudah lama, yang
kemudian diperbaiki, disempurnakan dengan memperbaiki satu atau beberapa
elemennya, sehingga menjadi lebih baik dan bermanfaat. Itu pun sudah dapat
disebut sebagai apa yang dikenal dengan inovasi. Innovation is the creation
of the new or the re-arranging of the old in a new way (Michael Vance)
Tulisan ini akan mencoba membahas
tentang program sekolah yang dapat dinilai inovatif. Peter Drucker menjelaskan
kepada kita bahwa inovasi sesungguhnya adalah perubahan yang menciptakan satu
dimensi baru kinerja organisasi. Dalam hal ini, kinerja lembaga pendidikan
sekolah.
Pemberdayaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP)
Sungguh, kita harus malu dengan
peringkat ke empat di Pesta Olahraga Asia Tenggara. Kita telah jauh ketinggalan dari negara Thailand.
Bahkan juga ketinggalan dari Vietnam. Kondisi ini juga tampak dari Human
Development Index (HDI) Indonesia yang berada di bawah Vietnam. Padalah dahulu,
dalam acara olahraga yang bergengsi ini kita selalu unggul. Boleh dikatakan
bahwa negara yang lain berebut pada urutan kedua. Boleh jadi semua itu terjadi
memang karena dampak negatif dari krisis multidimensional yang masih belum
sepenuhnya usai. Namun, banyak orang yang meneropongnya dari faktor kemunduran
dunia pendidikan kita. Dengan demikian, maka sumber masalahnya adalah lembaga
pendidikan sekolah. Program peningkatan kompetensi SDM secara terencana dan
berkelanjutan memang harus dimulai di lembaga pendidikan sekolah. Setelah
lembaga pendidikan keluarga, maka lembaga pendidikan sekolah harus menjadi
tempat yang strategis untuk dapat meningkatkan kompetensi SDM yang handal.
Untuk dapat membangun SDM yang handal, kita tidak bisa hanya melakukan yang
biasa-biasa saja. Juga tidak hanya dengan program-program yang biasa. Kita
harus melakukan hal yang luar biasa. Dengan kata lain, kita harus melakukan
hal-hal yang inovatif. Lembaga pendidikan sekolah harus merancang berbagai
program yang inovatif. Pemberdayaan KKG dan MGMP harus dapat digunakan sebagai
wahana yang efektif untuk dapat meningkatkan kompetensi guru di sekolah.
Program Pemberian Susu dan
Makanan Tambahan
Di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, Malaysia, sebagai ilustrasi, sebagaimana
juga di sekolah-sekolah lain di tanah air, para siswa harus mengikuti upacara
bendera di sekolah. Dalam beberapa kali upacara bendera, ketika pembina upacara
menyampaikan pidatonya, atau ketika bendera merah putih dinaikkan beberapa anak
jatuh pingsan. Selidik punya selidik, masalah ini terjadi karena banyak
anak-anak yang tidak sarapan pagi. Bukan hanya itu, ada kemungkinan mereka juga
mengalami kekurangan gizi dan dehidrasi.
Penemuan tentang rendahnya kebugaran jasmani, kesehatan, dan gizi anak-anak
kita perlu mendapatkan perhatian kita semua. Hal ini sama sekali berbanding
terbalik dengan keadaan peserta didik di Negeri Cina. Para siswa di sekolah
yang cukup luas di negeri tirai bambu itu diwajibkan selalu melakukan olahraga dalam
cabang olahraga yang mereka suka. Semua fasilitas olahraga telah disediakan,
dan setiap harinya mereka harus melakukan olahraga sesuai dengan hobinya. Hasilnya?
Stamina olahragawan dari negeri tirai bambu itu sangat luar biasa. Mereka yang
suka berolahraga memiliki kecerdasan fisikal atau kecerdasan ragawi
atau kecerdasan yang dikenal dengan bodily kinestetics yang tinggi.
Termasuk di dalamnya adalah senam dan menari dengan olah tubuh yang penuh
dengan rima dan irama itu.
Kalau pun negeri kita pada saaat ini masih mengalami kesulitan untuk mencari
sebelas pemain sebak bola, karena selalu keok dalam arena pertandingan olah
raga yang bergengsi ini, maka masalahnya tidak lain dan tidak bukan adalah
karena kecerdasan fisikal generasi muda kita yang masih rendah. Selain itu,
asupan gizi generasi muda kita masih di bawah rata-rata anak-anak di dunia.
Jika negeri ini masih juga mengalami masalah mahalnya susu untuk tumbuh kembang
anak-anak kita, negeri adidaya Amerika Serikat telah jauh memikirkan pentingnya
makan siang anak-anak sekolah melalui program makan siang anak-anak usia
sekolah melalui National School Lunch Program Act yang telah
ditandatangani oleh Presiden Truman pada tahun 1946. Bahkan pada tanggal 14 Oktober 1940,
pemerintah Amerika Serikat juga telah mengeluarkan program susu sekolah (school
milk program). Rupanya, DPR kita masih sibuk dengan urusan politik
ketimbang dengan urusan makan siang anak-anak.
Nah apa yang harus diprogramkan oleh sekolah untuk mengatasi itu semua?
Pemberian bubur kacang hijau, susu, dan makanan bergizi lainnya secara rutin
sudah tentu menjadi kegiatan yang sangat berguna bagi anak-anak kita. Jangan
biarkan anak-anak kita membiasakan jajan di tepi-tepi pagar sekolah, yang dari
aspek kesehatan dan gizinya tidak dapat kita pertanggungjawabkan.
Penciptaan Lingkungan
Sekolah Yang Sehat
Program ini sangat terkait dengan program sebelumnya. Pertama, program yang harus dibenahi adalah kantin sekolah.
Ciptakan kantin sekolah yang hiegenis dengan jenis makanan yang bergizi. Kedua, citakan lingkungan sekolah yang
bersih, rindang, dan indah. Program 7K perlu digalakkan lagi, bukan hanya
secara seremonial belaka, tetapi harus menyentuh perubahan kebiasaan para
penghuninya. Memasang papan bertuliskan ”LINGKUNGAN BEBAS ROKOK” merupakan satu
gebrakan yang dapat dilakukan. Tulisan-tulisan lain, seperti ”TARUH SAMPAH PADA
TEMPATNYA”, atau ”CUCI TANGAN SEBELUM MAKAN”, atau ”KESEHATAN SEBAGIAN DARI
IMAN” dapat diharapkan dapat mengisi nurani anak-anak kita yang masih putih
itu. Lomba kebersihan dan keindahan kelas dapat diadakan pada saat momen-momen
tertentu, misalnya peringatan hari besar nasional dan agama, atau peringatan
hari lahir sekolah.
Talent Scouting Bibit Olahraga dan Seni
Pembinaan olahraga memang menjadi tugas utama guru olahraga dan keshatan. Tetapi,
program pembinaan olahraga secara teroganisasi di sekolah sudah barang tentu
menjadi tanggung jawab semua komponen sekolah. Di samping olahgara rekreasi,
pencatatan secara rutin rekor olahraga prestasi harus tersedia di sekolah.
Sekolah harus memiliki catatan, nama-nama siswa dengan rekor tertingginya dalam
cabang olahraga tertentu. Dengan catatan ini, jika ada kegiatan pertandingan
olahraga, maka sekolah tinggal memilih mereka untuk dapat mengikuti ajang
pertandingan olahraga yang akan diikuti. Pencatatan prestasi olahraga ini dapat
dilakukan pada awal tahun pelajaran atau pada saat usai ulangan semester
pertama menjelang libur sekolah. Dengan demikian, sekolah dapat menjadi tempat
pembibitan olahraga dan seni yang pertama dan utama.
Science-Tech Club
Sama dengan talent scouting dalam bidang olahraga, sekolah juga harus
melakukannya untuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebenarnya para guru
telah memiliki pengetahuan dan keterampilan praktis dalam penelitian sederhana.
Namun banyak di antaranya kurang begitu yakin bahwa anak-anak mampu
melakukannya. Padahal obyek penelitian sederhana bagi anak-anak terbentang luas
di sekolah dan lingkungannya. Sayur apakah yang menjadi kegemaran siswa,
sebagai contoh, adalah pertanyaan penelitian sederhara yang dapat dilakukan
bukan di SMP, tetapi sudah bisa dilakukan di SD. Topik-topik lainnya misalnya:
(1) rata-rata jumlah anak dalam satu keluarga, (2) rata-rata tinggi dan berat
badan anak-anak kelas 5 SD, (3) jarak tempuh anak-anak ke sekolah, dan masih
banyak yang lain.
Kebun Sekolah dan Penanaman
Sejuta Pohon
Jika secara internasional isu pemanasan global telah melahirkan Bali Roadmap
untuk memecahkan isu tersebut, maka apa yang dapat dilakukan di tingkat
sekolah? Tentu saja pendidikan lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab
sekolah. Untuk sekolah yang tidak memiliki lahan yang luas, setiap kelas dapat
diminta untuk membikin taman di depan kelasnya masing-masing. Atau dapat
meminta kepada para siswa untuk masing-masing dapat memiliki tanaman kesayangan
yang harus dipelihara setiap hari dengan sepenuh hati. Disiram, dipupuk, dan
disiangi kalau ada rumput yang menggangunya. Jika ada sedikit lahan di depan
sekolah, maka sekolah juga dapat membuat taman sederhana untuk menanam tanaman
hias atau tanaman bunga, agar sekolah tidak terasa gersang. Jika di lingkungan
sekolah ada lahan tidur yang tidak dimanfaatkan oleh yang empunya, sekolah
dapat meminjamnya untuk dijadikan kebun sekolah tempat praktik anak-anak
menanam berbagai jenis tanaman. Selain itu, sekolah juga dapat membantu
pemerintah daerah dalam melaksanakan program penanaman satu juta pohon.
The First Day Festival
Ide ini diusulkan oleh seorang guru di suatu sekolah di Amerika Serikat.
Pada waktu itu, pelibatan peran serta orangtua dalam penyelenggaraan pendidikan
masih menjadi sesuatu yang langka. Setelah program ini dilaksanakan, antusiasme
orangtua dan masyarakat tiba-tiba meningkat secara drastis. Sejak adanya
festival hari pertama sekolah itu, orangtua siswa dan masyarakat merasakan
adanya peningkatan keakraban dan kekeluargaan antara sekolah dan orangtua siswa
secara luar biasa. Orangtua dan masyarakat tidak lagi merasa sebagai klien,
tetapi sebagai pemangku kepentingan yang memiliki tanggung jawab yang sama
besar dengan pihak kepala sekolah dan para guru di sekolah. Program seperti ini
dapat berupa program lain yang tidak kalah inovatifnya. Acara tutup tahun
sekolah, sebagai contoh, dapat menjadi media untuk menyatupadukan sekolah
dengan orangtua dan masyarakat. Dalam acara tersebut, para siswa dapat
menunjukkan kebolehannya, baik dalam bidang akademis maupun nonakademis, di
hadapan orangtua dan masyarakat. Dampaknya, orangtua dan masyarakat menjadi
lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap upaya sekolah dalam
meningkatkan kompetensi siswa. Dampak pengiringnya, orangtua dan masyarakat
menjadi lebih antusias dalam ikut serta memberikan dukungan dan bantuan terhadap
pelaksanaan program-program inovatif sekolah.
Akhir Kata
Masih sangat banyak program inovatif lain yang dapat dilaksanakan oleh
sekolah. Tentu saja berdasarkan kondisi sekolahnya masing-masing. Sebagai
contoh, program sekolah berwawasan imtaq, program sekolah yang aman dan nyaman,
program sekolah ramah anak, kegiatan outbond,
dan masih banyak yang lainnya. Penerapan pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan (PAKEM) dan contextual
teaching and learning (CTL) kini menjadi program inovatif di sekolah yang
menjadi primadona.
Pendek kata, dengan program inovatif, semua warga sekolah dan pemangku
kepentingan ingin mencoba sesuatu yang tidak biasa. Ingin mencoba sesuatu yang
baru, yang kalau bisa yang luar biasa. Itu semua dapat dimulai dengan program
inovatif yang sederhana, dan sudah barang tentu yang tidak memberatkan keuangan
orangtua siswa. Yang penting, semua warga sekolah ingin melakukan sesuatu yang
baru, atau sesuatu yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian. Tentu saja,
semua itu harus dirancang adalam rencana yang matang, yang dikenal dengan
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), yang disusun oleh sekolah bersama dengan
pemangku kepentingan. Dengan kata lain, RPS yang disusun hendaknya memuat
program-program inovatif, baik yang terkait dengan aspek akademis maupun
nonakademis di sekolah.
Sulitkah semua itu kita lakukan? Semua itu memang sulit untuk pertama
kalinya. All beginning is difficult.
Semua permulaan itu memang sulit. Tetapi, yakinlah bahwa semua itu dapat
dilakukan jika kita memiliki kemauan. Dimana ada kemauan di situ ada jalan.
Mudah-mudahan.
Depok, 22 Desember 2007
Memberantas Korupsi Melalui Kurikulum
|
||||
Oleh
icwweb
|
||||
|
||||
Institusi pendidikan diyakini
sebagai tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai
antikorupsi. Murid atau mahasiswa yang akan menjadi tulang punggung bangsa di
masa mendatang sejak dini harus diajar dan dididik untuk membenci serta
menjauhi praktek korupsi. Bahkan lebih dari itu, diharapkan dapat turut aktif
memeranginya.
Untuk itu, strategi yang umumnya dipilih dengan mengintervensi secara tidak langsung proses belajar-mengajar melalui penerapan kurikulum antikorupsi. Setidaknya ada tiga perguruan tinggi yang sedang mengembangkan kurikulum tersebut, di antaranya Universitas Islam Negeri, Ciputat; Universitas Katolik Soegipranata, Semarang; serta IAIN Arraniry, Banda Aceh. Munculnya terobosan-terobosan baru untuk melawan praktek korupsi, seperti membuat kurikulum antikorupsi, mesti disambut positif. Namun, apabila akan diimplementasikan dalam lingkup luas, ada beberapa faktor yang mesti dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Sebab, institusi pendidikan seperti sekolah sangat sensitif, perubahan kebijakan walau kecil, akan berpengaruh pada banyak hal. Pertama, dari aspek teknis. Berkenaan dengan kejelasan implementasi kurikulum, apakah akan memunculkan mata pelajaran khusus atau diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki korelasi, seperti pendidikan agama atau kewarganegaraan. Sebab, pilihan tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi lanjutan, seperti penentuan buku teks. Apabila pilihannya dibuat khusus, akan muncul buku teks pelajaran baru mengenai antikorupsi. Tapi, jika memilih diintegrasikan, buku teks mata pelajaran yang dianggap relevan otomatis ditambah atau diubah dengan muatan baru mengenai antikorupsi. Tapi apa pun pilihannya, dibutuhkan biaya besar untuk pengadaan buku-buku tersebut. Masalahnya, siapa yang akan membiayai. Sebab, bila dibebankan kepada orang tua murid, malah menambah masalah. Selama ini mereka sudah direpotkan dengan pembelian berbagai jenis buku teks yang mahal. Tapi, kalaupun kemudian ditanggung pemerintah, jika pengaturannya tidak jelas, bukan mustahil buku teks mengenai antikorupsi justru menjadi lahan baru untuk korupsi. Selain itu, kurikulum tidak akan ada artinya tanpa guru. Sudah tentu, agar bisa diimplementasikan, terlebih dulu mereka yang akan mengajarkan pelajaran antikorupsi mesti mengetahui dan memahami apa yang akan diajarkan. Untuk itu, setidaknya dibutuhkan pendidikan atau pelatihan. Belajar dari penerapan kurikulum berbasis kompetensi, hanya untuk sosialisasi, waktu dan biaya yang dihabiskan tidak sedikit. Catatan kedua berkaitan dengan proses penerapan dan evaluasi. Harus ada kejelasan apakah pelajaran antikorupsi nantinya akan ditekankan pada sisi pengetahuan (kognitif) atau praktek (psikomotorik). Jika penekanannya hanya pada sisi pengetahuan, proses pengajaran dan evaluasi tidak terlalu sulit. Tapi masalahnya, pelajaran antikorupsi akan mengulangi kegagalan pelajaran pendidikan moral Pancasila beberapa waktu lalu. Murid mampu dengan baik menjawab nilai-nilai luhur pancasila, tapi tingkah laku jauh dari nilai-nilai tersebut. Apabila menginginkan hingga tingkatan praktek (psikomotor), akan menemukan kesulitan dalam proses evaluasi. Alat atau instrumen yang mampu mengukur tingkat kemampuan murid dalam menerapkan nilai-nilai antikorupsi tidak mudah dibuat. Tes yang dilakukan berbeda dari tes pelajaran pendidikan jasmani atau olahraga. Selain itu, proses pengajaran antikorupsi tidak bisa dilakukan dengan cara konvensional: guru memberi ceramah di dalam ruang kelas dan sesekali memberi tes. Batasan ruang kelas harus dihilangkan. Pengelola sekolah mulai guru hingga kepala sekolah mesti menjadi model bagi murid. Namun sayang, kenyataannya tidak demikian. Institusi pendidikan seperti sekolah justru menjadi salah satu tempat tumbuh subur praktek korupsi. Setidaknya tergambar dari maraknya pungutan yang dibebankan kepada orang tua murid. Mulai guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, malah pengawas hingga pegawai dinas pendidikan, dengan latar belakang penyebab serta modus yang berbeda, secara kolektif ataupun perseorangan turut menjadi pelaku. Institusi pendidikan malah mengajarkan bagaimana cara melakukan korupsi. Kondisi tersebut sangat ironis, setiap hari kepada murid diajarkan nilai-nilai antikorupsi, tapi ketika keluar dari ruang kelas atau malah di dalam kelas, mereka menyaksikan bagaimana korupsi dipraktekkan. Celakanya lagi, biasanya pelajaran yang paling diingat oleh murid bukan hasil ceramah di ruang kelas, tapi yang dipraktekkan dalam keseharian guru atau kepala sekolah. Karena itu, kurikulum antikorupsi tidak akan berarti apa-apa, jika institusi pendidikan seperti sekolah yang akan mengimplementasikan masih belum bersih dari praktek korupsi. Upaya untuk membersihkannya jauh lebih berat dibanding menyusun kurikulum antikorupsi. Sebab, korupsi sudah sangat sistemik, dengan beragam faktor penyebab, dari minimnya kesejahteraan hingga ketimpangan kekuasaan. Berharap banyak pada peranan birokrasi pendidikan pun tidak mungkin. Bukan rahasia lagi, jika praktek korupsi di sekolah juga memiliki korelasi dengan lembaga di atasnya, seperti dinas pendidikan. Mereka menikmati keuntungan melalui setoran-setoran atau jasa tanda terima kasih, malah tidak sedikit yang aktif menjadi bagian dari rantai korupsi di sekolah. Dengan demikian, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum kurikulum antikorupsi diterapkan. Mulai mereformasi institusi pendidikan, sehingga tidak lagi terjadi ketimpangan kekuasaan antara kepala sekolah, guru, dan orang tua murid. Selain itu, terus mendorong upaya peningkatan kesejahteraan guru atau dosen. Tentu saja, akan ada perlawanan dari orang-orang yang selama ini menikmati keuntungan dari praktek korupsi di institusi pendidikan. Tapi tidak ada pilihan lain, institusi pendidikan sebagai benteng terakhir tempat menyebarkan nilai-nilai antikorupsi sudah menjadi tempat mempromosikan korupsi, karena itu harus direbut. Kalau itu semua sudah dilakukan, tanpa menggunakan kurikulum antikorupsi pun dengan sendirinya sekolah akan menjadi tempat mempromosikan nilai-nilai antikorupsi, karena memang itu khitahnya. |