Minggu, 04 Juli 2010 0 komentar

mempercepat MOZILLA FIREFOX


Firefox.. salah satu browser open source yang paling yahud saat ini menurut saya. bahkan melebihi Internet Explorer bagi saya. Nah.. saya akan memberikan sedikit trik mengenai cara mempercepat Firefox anda dalam browsing di internet dengan seidikit tweak..
Warning : Saya tidak menyarankan untuk melakukan tweaking firefox anda. Tweaking ini sendiri dikeluarkan oleh pengembang firefox jadi bukan sembarang tweaking, namun resiko ditanggung sendiri karena setelah tweaking tidak ada opsi untuk mengembalikan settingan default firefox anda.
1. Untuk mempercepat browsing :
  1. Ctrl+Enter, ini untuk membuka domain yang menggunakan .com. caranya adalah ketikkan nama domain kemudian klik ctrl+enter. contohnya, anda ingin membuka “www.yahoo.com” jadi ketiklah “yahoo” kemudian klik ctrl+enter
  2. Shift+Enter, ini untuk membuka domain yang menggunakan .net. caranya adalah ketikkan nama domain kemudian klik ctrl+enter. contohnya, anda ingin membuka “www.telkom.net” jadi ketiklah “telkom” kemudian klik shif+enter
  3. Ctrl+Shift+Enter, ini untuk membuka domain yang menggunakan .org. caranya adalah ketikkan nama domain kemudian klik ctrl+enter. contohnya, anda ingin membuka “www.dikti.org” jadi ketiklah “dikti” kemudian klik Ctrl+Shift+Enter
2. Tweeking Firefox :
  1. Ketik “about:config” di firefox anda kemudian enter
  2. Maka akan keluar sebuah settingan untuk tweaking firefox
  3. Untuk merubahnya, klik 2 kali dan masukkan data perubahannya
  4. Jika data dibawah tidak terdapat dalam settingan default firefox, klik kanan pilih New. Untuk data berupa angka, pilih Integer, untuk true/false pilih Boolean.
- Untuk pengguna DSL :
  1. Set “network.http.pipelining : true”
  2. Set “network.http.proxy.pipelining : true”
  3. Set “network.http.pipelining.maxrequests : 64″
  4. Set “nglayout.initialpaint.delay : 0″
- Untuk pengguna ADSL :
  1. Set “network.http.max-connections : 64″
  2. Set “network.http.max-connections-per-server : 21″
  3. Set “network.http.max-persistent-connections-per-server : 8″
  4. Set “network.http.pipelining : true”
  5. Set “network.http.pipelining.maxrequests : 100″
  6. Set “network.http.proxy.pipelining : true”
  7. Set “nglayout.initialpaint.delay : 0″
- Untuk pengguna Dial Up
  1. Set “browser.cache.disk_cache_ssl : true”
  2. Set “browser.xul.error_pages.enabled : true”
  3. Set “network.http.max-connections : 32″
  4. Set “network.http.max-connections-per-server : 8″
  5. Set “network.http.max-persistent-connections-per-proxy : 8″
  6. Set “network.http.max-persistent-connections-per-server : 4″
  7. Set “network.http.pipelining : true”
  8. Set “network.http.pipelining.maxrequests : 8″
  9. Set “network.http.proxy.pipelining : true”
  10. Set “plugin.expose_full_path : true”
  11. Set “signed.applets.codebase_principal_support : true”
  12. Set “content.interrupt.parsing : true”
  13. Set “content.max.tokenizing.time : 3000000″
  14. Set “content.maxtextrun : 8191″
  15. Set “content.notify.backoffcount : 5″
  16. Set “content.notify.interval : 750000″
  17. Set “content.notify.ontimer : true”
  18. Set “content.switch.threshold : 750000″

MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu
melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Atar Semi, M., 1993:8).
Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya. Ia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang berbeda dengan lainnya. Namun demikian, manusia hidup tidak lepas dari manusia lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu, kelompok maupun anggota kelompok serta antara anggota kelompok yang satu dan anggota
kelompok lain. Karena sangat kompleksnya, manusia juga sering mengalami konflik dalam dirinya atau konflik batin sebagai reaksi terhadap situasi sosial di lingkungannya. Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalanpersoalan hidup. Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri. Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak dan jiwa itu sendiri (Bimo Walgito, 1997:7).
Kejadian atau peristiwa yang terdapat dalam karya sastra dihidupkan oleh tokoh-tokoh sebagai pemegang peran atau pelaku alur. Melalui perilaku tokohtokoh yang ditampilkan inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan problem-problem atau konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan orang lain, konflik dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri.
Karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas
jiwa dan raga. Maka penelitian yang meggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan megenai
hidup dan kehidupan (Andre Hardjana, 1985:60).
Roman Larasati merupakan salah satu roman karya Pramoedya Ananta Toer. Seorang penulis yang hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara, 3 tahun dalam penjara Kolonial Belanda, 1 tahun pada masa Orde Lama, dan 14 tahun pada masa Orde Baru. Beberapa karyanya lahir dari penjara-penjara tersebut, di antaranya Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).
Dari tangannya telah lahir lebih dari 40 karya yang diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing. Hal ini pantas bila Pramoedya Ananta Toer memperoleh pelbagai penghargaan, di antaranya: The PEN Freedom to Write Award pada 1988 dan Ramon Magsasay Award pada 1995. Sampai kini, ia adalah satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar kandidat pemenang Nobel Sastra.
Dalam roman Larasati diceritakan bahwa Ara atau Larasati adalah seorang artis panggung yang cantik, penampilannya banyak ditunggu oleh para penontonnya, bahkan ia juga punya banyak penggemar di luar dunia panggung.
Ketika masa revolusi, tahun 1940-an ia tumbuh dewasa sebagai seorang gadis. Ketika pergolakan revolusi pecah, ia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa selama ini ia selalu berada di pihak musuh. Pada saat menyaksikan penderitaan bangsanya, kesadaran dirinya sebagai anak bangsa mulai tumbuh. Ia berjanji dalam hatinya tidak bakal main untuk propaganda Belanda, untuk
maksud-maksud yang memusuhi revolusi.
Pada saat angkatan muda berjuang mati-matian, banyak angkatan tua mendapatkan kedudukan enak. Banyak terjadi pengkhianatan, korupsi yang dilakukan oleh para oportunis atau orang yang hanya mengambil keuntungan pribadi. Dari kejadian-kejadian ini, timbul berbagai konflik yang terjadi dalam dirinya yang harus diselesaikan. Untuk menghadapi konflik yang terjadi, ia harus
mengambil sikap serta penemuan dirinya pada situasi semacam ini.
Adapun yang menarik untuk diteliti dari roman Larasati ialah dikarenakan roman ini memaparkan dan mendeskripsikan situasi sosial mempengaruhi dan menjadi penyebab timbulnya berbagai sikap manusia dalam menghadapi situasi tersebut. Dalam roman ini digambarkan situasi pergolakan revolusi Indonesia pascaproklamasi yang tidak menentu akibat belum adanya kestabilan kekuasaan.
Di satu sisi, secara de jure Indonesia merupakan bangsa yang telah merdeka, namun di sisi lain kekuasaan Belanda masih tetap bertahan. Bagi sebagian orang situasi semacam ini justru digunakan untuk mencari keuntungan pribadi, namun sebagian orang justru semakin terbakar semangat nasionalismenya.
Keadaan yang digambarkan di atas bagi Ara bukan berarti harus mengambil sikap untuk mencari keuntungan sendiri. Sebagai seorang republieken, ia rela terjun ke daerah pendudukan demi mengumpulkan informasi strategis, dan supaya ia bisa menjadi kurir pembawa Oeang Republik Indonesia (ORI) bagi kepentingan para pejuang Indonesia.
Dalam kisah perjalanannya tersebut, Ara dihadapkan pada persoalanpersoalan yang menyebabkan konflik dalam dirinya. Sebagai seorang perempuan dan juga artis, dengan caranya sendiri ia menunjukkan sikapnya sebagai seorang pejuang. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian terhadap tokoh Ara.
Dalam roman Larasati tokoh Ara tetap menunjukkan sikap hormat terhadap perjuangan nasional. Di akhir kisahnya, digambarkan bahwa ia lebih bersedia hidup bersama pejuang, daripada dengan seorang pengkhianat dan oportunis, yang mengambil keuntungan dari situasi penjajahan.
Guna menyelesaikan persoalan yang dihadapi akan digunakan psikologi kepribadian sebagai alat bantunya. Psikologi kepribadian adalah bidang psikologi yang berusaha mempelajari manusia secara utuh menyangkut motivasi, emosi, serta penggerak tingkah laku.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul Analisis Tokoh Ara dalam Roman “Larasati” Karya Pramoedya Ananta Toer: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra.
1.2 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, agar penelitian tetap terfokus dan tidak melebar melewati fokus permasalahan perlu adanya pembatasan masalah. Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada deskripsi kepribadian tokoh Ara dalam roman Larasati berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud, konflik psikologis yang dialami tokoh Ara, serta sikap tokoh Ara dalam menghadapi konflik tersebut.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana deskripsi kepribadian tokoh Ara dalam roman Larasati
berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud?
2. Bagaimana konflik psikologis yang dialami tokoh Ara dalam roman Larasati?
3. Bagaimana sikap tokoh Ara dalam menghadapi konflik tersebut?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Mendeskripsikan kepribadian tokoh Ara dalam roman Larasati
berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud.
2. Mendeskripsikan konflik psikologis yang dialami tokoh Ara dalam roman Larasati.
3. Mendeskripsikan sikap tokoh Ara dalam menghadapi konflik.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis maupun praktis, yaitu.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Indonesia khususnya dengan pendekatan psikologi sastra. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberi sumbangan dalam teori sastra
dan teori psikologi dalam mengungkap roman Larasati.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam roman Larasati terutama kondisi kejiwaan para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas disiplin ilmu yaitu psikologi dan sastra.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
Bab I pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II landasan teori terdiri dari pengertian tokoh dan penokohan, pendekatan psikologi sastra, dan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud.
Bab III metodologi penelitian terdiri dari metode penelitian, pendekatan, sumber data, objek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik penarikan kesimpulan.
Bab IV analisis berisi analisis roman Larasati dengan pendekatan psikologi sastra menggunakan teori psikologi. Analisis ini membahas tentang kepribadian tokoh Ara, konflik yang dihadapi serta sikap yang diambil tokoh Ara dalam menghadapi konflik tersebut.
Bab V penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari penelitian ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tokoh dan Penokohan
Struktur yang hendak dikaji dalam roman ini hanya akan dititikberatkan pada tokoh dan penokohan. Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan
cerita. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita rekaan (Burhan Nurgiyantoro, 1995:164).
Pembicaraan mengenai penokohan dalam cerita rekaan tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan tokoh. Istilah ‘tokoh’ menunjuk pada pelaku dalam cerita sedangkan ‘penokohan’ menunjukkan pada sifat, watak atau karakter yang melingkupi diri tokoh yang ada. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita (Jones dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:165).
Penokohan dapat juga dikatakan sebagai proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak tokoh dalam suatu cerita. “Penokohan harus mampu menciptakan citra tokoh. Oleh karena itu, tokoh-tokoh harus dihidupkan” (Soediro Satoto, 1998:43).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak dan tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan. Penciptaan citra atau karakter ini merupakan hasil imajinasi pengarang untuk dimunculkan dalam cerita sesuai dengan keadaan yang diinginkan.
Penokohan dalam cerita dapat disajikan melalui dua metode, yaitu metode langsung (analitik) dan metode tidak langsung (dramatik). Metode langsung (analitik) adalah teknik pelukisan tokoh cerita yang memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan langsung. Pengarang memberikan komentar tentang kedirian tokoh cerita berupa lukisan sikap, sifat, watak, tingkah laku, bahkan ciri fisiknya. Metode tidak langsung (dramatik) adalah teknik pengarang mendeskripsikan tokoh dengan membiarkan tokoh-tokoh tersebut saling menunjukkan kediriannya masing-masing,
melalui berbagai aktivitas yang dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal, seperti tingkah laku, sikap dan peristiwa yang terjadi (Burhan Nurgiyantoro, 1995:166).
Setiap tokoh mempunyai wataknya sendiri-sendiri. Tokoh adalah bahan yang paling aktif menjadi penggerak jalan cerita karena tokoh ini berpribadi, berwatak, dan memiliki sifat-sifat karakteristik tiga dimensional, yaitu :
1. Dimensi fisiologis ialah ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaan tubuhnya, ciri-ciri muka dan ciri-ciri badani yang lain.
2. Dimensi sosiologis ialah ciri-ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, jabatan atau peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan, pandangan hidup, agama, aktifitas sosial, suku bangsa dan keturunan.
3. Dimensi psikologis ialah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, ukuran moral, temperamen, keinginan, perasaan pribadi, IQ dan tingkat kecerdasan keahlian khusus (Soediro Satoto, 1998:44 - 45).
Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas tentang tokoh tersebut. Jenisjenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut.
1. Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya.
a. Tokoh utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.
b. Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau tidak langsung.
2. Berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh.
a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca.
b. Tokoh antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik (Burhan Nurgiyantoro, 1995:173 - 174).
2.2 Pendekatan Psikologi Sastra
1. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan Yunani ‘psyche’ yang artinya jiwa, dan ‘logos’ yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologis (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macammacam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya (Abu Ahmadi, 1979:1).
Bimo Walgito mengatakan bahwa ‘psikologi’ adalah ilmu yang
membicarakan tentang jiwa. Ia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta
mempelajari tingkah laku serta aktifitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan
(1997:9).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian ‘psikologi’ adalah ilmu yang berkaitan dengan dengan proses-proses mental baik normal maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa (1995:792).
Dengan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia, baik mengenai gejala-gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya yang tercermin dalam tingkah laku serta aktivitas manusia atau individu sendiri. Dalam penelitian ini, ada beberapa peristiwa kejiwaan yang perlu dipahami antara lain.
a. Konflik
Konflik terjadi bila ada tujuan yang ingin dicapai sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Konflik terjadi akibat perbedaan yang tidak dapat diatasi antara kebutuhan individu dan kemampuan potensial. Konflik dapat diselesaikan melalui keputusan hati. Konflik dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Approach-approach conflict, yaitu konflik-konflik psikis yang dialami oleh individu karena individu tersebut mengalami dua atau lebih motif yang positif dan sama kuat. Misalnya, seorang mahasiswa pergi kuliah atau menemui temannya karena sudah berjanji.
2. Approach avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena dalam waktu yang bersamaan menghadapi situasi yang mengandung motif positif dan motif negatif yang sama kuat. Misalnya, mahasiswa diangkat menjadi pegawai negeri (positif) di daerah terpencil (negatif).
3. Avoidance-avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif yang sama-sama negatif dan sama-sama kuat. Misalnya, seorang penjahat yang tertangkap dan harus membuka rahasia kelompoknya dan apabila ia melakukan akan mendapat ancaman dari kelompoknya.
4. Double approach avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua situasi yang masing-masing mengandung motif negatif dan motif positif yang sama kuat. Misalnya, seorang mahasiswa harus menikah dengan orang yang tidak disukai (negatif) atau melanjutkan studi (positif) (Usman Effendi dan Juhaya S. Praja, 1993:73 - 75).
b. Sikap
Sikap merupakan masalah yang penting dan menarik dalam lapangan psikologi. Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan mengetahui sikap seseorang, orang dapat menduga respon atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang
dihadapkan kepadanya.
Gerungan (1991:149), “pengertian attitude itu dapat kita terjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi. Jadi attitude itu lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap sesuatu hal.”
Bimo Walgito menegaskan bahwa, “sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya” (1978:109).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, pandangan, keyakinan seseorang mengenai objek tertentu yang disertai adanya perasaan tertentu yang memberikan dasar kepada seseorang untuk membuat respon atau bereaksi dengan cara tertentu yang dipilihnya.
2. Pengertian Psikologi Sastra
Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia. Lewat tinjauan psikologi akan nampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia (Andre Hardjana, 1985:66).
Psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang, dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri (Dick Hartoko dan B. Rahmanto, 1986:126).
Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, yaitu
(1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi proses kreatif,
(3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan
(4) Studi yang mempelajari dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca (Wellek, Rene dan Austin Warren, 1989:90).
Berdasarkan pendapat Wellek dan Warren di atas, penelitian pada roman Larasati ini mengarah pada pengertian ketiga, yaitu pendekatan psikologi sebagai studi tipe dan hukum-hukum yang diterapkan pada karya sastra. Secara spesifik dapat dijelaskan, bahwa analisis yang akan dilakukan terutama diarahkan pada kondisi kejiwaan tokoh utama yang berperan dalam cerita, untuk mengungkap kepribadiannya secara menyeluruh.
2.3 Teori Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud
Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 Mei 1856. Freud adalah psikolog pertama yang menyelidiki aspek ketidaksadaran dalam jiwa manusia. Freud mengibaratkan kesadaran manusia sebagai gunung es, sedikit yang terlihat di permukaan adalah menunjukkan kesadaran, sedangkan bagian tidak terlihat yang lebih besar menunjukkan aspek ketidaksadaran. Dalam daerah ketidaksadaran
yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan-perasan yang ditekan, suatu dunia dalam yang besar dan berisi kekuatan14 kekuatan vital yang melaksanakan kontrol penting atas pikiran-pikiran dan perbuatan sadar manusia (S. Calvin Hall dan Lindzey Gardner, 1993:60).
Penekanan Freud pada aspek ketidaksadaran yang letaknya lebih dalam dari pada aspek kesadaran tersebut, membuat aliran psikologi yang disusun atas dasar penyelidikannya itu disebut ‘psikologi dalam’ (Sujanto, 1980:62).
Ajaran-ajaran Freud di atas, dalam dunia psikologi lazim disebut sebagai
psikoanalisa, yang menekankan penyelidikannya pada proses kejiwaan dalam ketidaksadaran manusia. Dalam ketidaksadaran inilah menurut Freud berkembang insting hidup yang paling berperan dalam diri manusia yaitu insting seks, dan selama tahun-tahun pertama perkembangan psikoanalisa, segala sesuatu yang dilakukan manusia dianggap berasal dari dorongan ini. Seks dan insting-insting hidup yang lain, mempunyai bentuk energi yang menopangnya yaitu libido (S. Calvin Hall dan Lindzey Gardner, 1993:73).
Struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu id, (das es), ego (das ich), dan super ego (das ueber ich). Perilaku manusia pada hakikatnya merupakan hasil interaksi substansi dalam kepribadian manusia id, ego, dan super ego yang ketiganya selalu bekerja, jarang salah satu di antaranya terlepas atau bekerja sendiri.
1. Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan yang menjadi pedoman id dalam berfungsi adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk mengejar kenikmatan itu id mempunyai dua cara, yaitu: tindakan refleks dan
proses primer, tindakan refleks seperti bersin atau berkedip, sedangkan proses primer seperti saat orang lapar membayangkan makanan (Sumadi Suryabrata, 1993:145 - 146).
2. Ego adalah adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam berfungsinya ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta
cara-cara memenuhinya. Dalam berfungsinya sering kali ego harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara id dan super ego. Peran ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dan keadaan lingkungan (Sumadi Suryabrata, 1993:146 - 147).
3. Super ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilainilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok super ego adalah
merintangi dorongan id terutama dorongan seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis dari pada realistis, dan megejar kesempurnaan. Jadi super ego cenderung untuk menentang id maupun ego dan membuat konsepsi yang ideal (Sumadi Suryabrata, 1983:148 - 149).
Demikianlah struktur kepribadian menurut Freud, yang terdiri dari tiga aspek yaitu id, ego dan super ego yang ketiganya tidak dapat dipisahkan. Secara umum, id bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian, ego sebagai komponen psikologisnya sedangkan super ego adalah komponen sosialnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh hasil yang maksimal.
Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Lexy J. Moleong, 2001:6).
Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf dan bukan angka-angka. Dengan demikian, hasil penelitian ini berisi analisis data yang sifatnya menuturkan, memaparkan, memerikan, menganalisis dan menafsirkan (Soediro Satoto, 1992:15).
3.2 Pendekatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pendekatan berarti proses, perbuatan, cara mendekati usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tertentu masalah penelitian (1995:218).
Pendekatan adalah cara untuk memandang terhadap suatu hal. Pendekatan (ancangan) sastra pada dasarnya adalah teori-teori untuk memahami jenis sastra tertentu sesuai dengan sifatnya (Soediro Satoto, 1992:9).
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Andre Hardjana (1985:60) mengatakan bahwa dalam sastra, psikologi merupakan ilmu bantu dan memasuki sastra di dalam bahasan tentang ajaran dan kaidah yang dapat ditimba dari karya sastra. Pendekatan psikologi dilakukan untuk mengetahui psikologi tokoh Ara dalam roman Larasati yang berkaitan dengan kepribadian, konflik yang dihadapi, serta sikap yang diambil
dalam menghadapi konflik tersebut.
3.3 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah aspek psikologis yang menitikberatkan pada kepribadian tokoh Ara, konflik yang dihadapi serta sikap dalam menghadapi konflik tersebut.
3.4 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Lentera Dipantara tahun 2003 cetakan I dengan tebal 178 halaman.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, yaitu pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa tahap teknik pengolahan data. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut..
1. Tahap Deskriptif
Yaitu seluruh data yang diperoleh dihubungkan dengan permasalahan kemudian dilakukan tahap pendeskripsian dan pengidentifisian.
2. Tahap Klasifikasi
Yaitu mengklasifikasikan data yang telah dideskripsikan sesuai dengan permasalahan masing-masing.
3. Tahap Analisis
Yaitu mengadakan analisis terhadap data yang telah diklasifikasikan menurut kelompoknya masing-masing berdasarkan teori yang relevan dengan penelitian.
4. Tahap Interpretasi
Yaitu menafsirkan hasil analisis data untuk memperoleh pemahaman yang sesuai dengan tujuan penelitian.
5. Tahap Evaluasi
Yaitu tahap pengecekan terhadap hasil analisis data untuk meneliti kebenarannya, sehingga dapat memberikan hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
3.7 Teknik Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini diperoleh dari data-data yang telah di olah dan dianalisis pada tahap sebelumnya. Dalam tahap ini digunakan teknik penarikan kesimpulan induktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan yang melihat permasalahan dari data yang bersifat khusus untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi. 1979. Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu.
Andre Hardjana. 1985. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Atar Semi, M. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.
Bimo Walgito. 1978. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi
Offset.
____________. 1997. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Burhan Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Davidoff, Linda L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar (diterjemahkan oleh Mari
Jumiati). Jakartta: Erlangga.
Dick Hartoko dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yoyakarta:
Kanisius.
Fuad Hasan. 1984. Kamus Istilah Psikologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Gerungan, W. A. 1991. Psikologi Sosial. Bandung: Ereco.
Hall, S. Calvin dan Lindzey Gardner. 1993. Teori-teori Psikodinamik (klinis)
(edisi terjemahan oleh A. Supratikna). Yogyakarta: Kanisius.
Kartini Kartono. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.
81
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pemuda Rosda
Karya.
Mursal Esten. 1984. Sastra Indonesia dan Tradisi Sub Kultur. Bandung: Angkasa.
__________. 1990. Kesusatraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa.
Pramoedya Ananta Toer. 2002. Korupsi. Jakarta: Hasta Mitra.
___________________. 2003. Larasati. Jakarta: Lentera Dipantara.
Putu Arya Tirtawirya. 1995. Apresiasi Puisi dan Prosa. Jakarta: Ikrar Mandiri
Abadi.
Saifuddin Azwar. 1988. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Liberty.
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologi Sastra. Surakarta:
Muhammadyah University Press.
Soediro Satoto. 1991. Metode Penelitian Sastra (Buku Pegangan Kuliah).
Surakarta: UNS Press.
____________. 1998. Telaah Drama Indonesia I (Buku Pegangan Kuliah).
Surakarta: UNS Press.
Sumadi Suryabrata. 1993. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Usman Efffendi dan Juhaya S. Raja. 1993. Pengantar Psikologi. Bandung:
Angkasa
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan (edisi terjemahan
oleh Melanie Budianta). Jakarta: Gramedia.
Zainuddin Fananie. 2000. Telaah sastra. Surakarta: Muhammadyah University
Press.
SINOPSIS ROMAN LARASATI
KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
Roman ini mengisahkan perjalanan seorang perempuan bernama Larasati atau Ara dari daerah pedalaman (Yogyakarta) ke daerah pendudukan (Jakarta).
Ara adalah seorang aktris panggung dan bintang film yang ingin mulai lagi main film untuk kepentingan revolusi. Dalam perjalanannya tersebut ia bertemu dengan pejuang-pejuang yang rela mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan. Dari pertemuan tersebut ia berjanji tidak akan bermain film untuk propaganda Belanda melainkan untuk kepentingan perjuangan.
Pada sebuah tempat pemberhentian yang dikuasai oleh penguasa pendudukan, ia bertemu dengan Mardjohan yang mengabdikan diri pada penjajah hanya untuk mendapatkan keuntungan serta kenikmatan hidup. Mardjohan adalah seorang sutradara dan juga produser film yang bertugas untuk membuat film propaganda untuk melemahkan perjuangan bangsa Indonesia. Ara kemudian dibawa oleh Mardjohan untuk bertemu dengan pimpinannya.
Agar maksud Mardjohan tercapai, ia membawa Ara ke sebuah penjara agar menyaksikan penderitaan yang akan dialami jika Ara tidak mau bekerja sama. Di dalam penjara tersebut ia menyaksikan penderitaan yang harus dialami para tawanan, namun bukan berarti Ara akan mau bekerja sama setelah menyaksikan penderitaan tersebut. Ara justru semakin menegaskan sikapnya untuk tidak mau bekerja sama dengan para pengkhianat.
Dari penjara Ara dibawa dengan mobil untuk istirahat, dalam perjalanan ini Ara dibawa oleh seorang sopir NICA yang ternyata ingin menggabungkan diri dengan para pejuang, Ara menyetujui dan berjanji akan memberinya surat agar diterima oleh para pejuang di daerah pedalaman. Kemudian Ara minta diantar sampai ke sebuah kampung di mana ibunya tinggal dan berjanji kepada sopir NICA tersebut untuk bertemu esok harinya.
Kampung tempat tinggal ibunya tersebut ternyata adalah kampung para pejuang yang sering dilewati patroli NICA. Para pemuda di kampung tersebut semuanya bergerilya dan hanya orang-orang yang sudah tua saja yang berani keluar. Di tempat inilah Ara terlibat dan merasakan pertempuran berlangsung. Ara menyaksikan langsung bagaimana para pemuda kehilangan nyawanya demi sebuah kemerdekaan.
Keesokan harinya Belanda melakukan penggeledahan untuk mencari orang-orang yang terlibat dalam penyergapan. Orang yang menjadi algojo tersebut adalah orang Arab yang tinggal dirumah tempat ibunya bekerja. Ara sangat benci sekali dengan orang ini dan ingin membawa ibunya untuk keluar dari tempat tersebut, namun ternyata orang Arab tersebut menyekap ibunya. Orang Arab tersebut hanya akan melepaskan ibunya jika Ara mau tinggal bersama dengannya.
Ibunya menyuruh agar Ara pergi dari daerah pendudukan (Jakarta) dan melupakan nasib ibunya. Untuk beberapa waktu Ara hidup di jalanan, selama di jalanan tersebut ia bertemu dengan seorang kawan lamanya seorang penyair yang bernama Chaidir. Pertemuan dengan kawannya ini sangat berkesan sekali baginya, Ara akhirnya mengenal revolusi yang sesungguhnya, bukan revolusi yang penuh dengan kebohongan dan pengkhianatan.
Pada suatu waktu akhirnya Ara harus jatuh ke pelukan orang Arab (Jusman), karena Ara tidak sanggup meninggalkan ibunya. Ia merasakan betapa rendah dirinya dalam keadaan kekalahan. Ara merasakan hatinya pedih selama di bawah kekuasaan orang Arab yang selama ini dibencinya, orang yang selama ini telah mengambil nyawa orang-orang yang memperjuangkan sebuah kemerdekaan.
Selama dalam kekuasaan Jusman, Ara tidak dapat melakukan sesuatu yang berarti untuk perjuangan, sementara banyak anak muda yang rela kehilangan nyawa demi kemerdekaan. Konflik batin serta moral yang harus ia tanggung semakin berat dan akhirnya ia harus menanggung sakit.
Waktu terus berjalan sampai akhirnya terdengar sebuah berita bahwa Tentara Nasional Indonesia akan masuk ke Jakarta. Presiden Soekarno memasuki Jakarta sebagai presiden menggantikan Gubernur Jenderal Belanda. Ara dan ibunya meninggalkan rumah orang Arab tersebut karena Jusman harus lari ke Malaya atau Singapura. Akhirnya Ara bertemu dengan kapten Oding, teman
seperjuangan ketika berada di Yogya. Mereka akhirnya tinggal bersama di sebuah rumah bekas orang Belanda dan menikmati kemerdekaan.
RIWAYAT HIDUP PRAMOEDYA ANANTA TOER
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925. Blora merupakan kota kecil yang sangat bersejarah bagi Pramoedya. Banyak dari cerita-ceritanya berlatar belakang geografis kota tersebut, misalnya Cerita dari Blora, roman Perburuan dan Bukan Pasarmalam. Karena di kota Blora itu ia dilahirkan dan dibesarkan, maka Pramoedya sangat paham mengapa dan bagaimana peristiwa-peristiwa yang menjadi inspirasi cerita-ceritanya itu terjadi.
Pramoedya Ananta Toer adalah anak sulung dari sebuah keluarga Islam nasionalis. Ayahnya, Pak Mastoer (nama ini kemudian hanya disingkatnya menjadi “Toer” saja dengan pertimbangan bahwa kata “Mas” dalam “Mastoer” sangat feodal), adalah seorang guru HBS (Holandsch
Islandsche School) sebelum kemudian pindah dan mengajar di sekolah partikelir IBO (Institut Boedi Oetomo). Ketika krisis ekonomi melanda serta datang tekanan pemerintah kolonial Belanda terhadap sekolah-sekolah liar, membuat IBO banyak ditinggalkan murid-muridnya yang tidak sanggup lagi membayar atau merasa bahwa IBO tidak bisa menjanjikan masa depan
karena karena tidak diakui pemerintah. Pak Mastoer akhirnya kembali menjadi guru HIS, walaupun yang terjadi kemudian hari tak lebih dari sekedar berstatus sebagai guru pengganti. Tindakan sang ayah sangat mengecewakan Pramoedya yang menganggap sang ayah telah berkapitulasi atau berkompromi dengan kekuasaan kolonial Belanda, meskipun ia dapat
memahami hal tersebut mengingat kondisi yang ada.
Aktivitas Pak Mastoer sendiri sebagai tokoh pergerakan di masa itu cukup dikenal oleh masyarakat sekitar Blora. Pak Mastoer antara lain aktif berpolitik menjadi anggota Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pimpinan Soekarno. Beliau juga seorang aktivis pendidikan yang melalui IBO, banyak mendirikan kursus-kursus kejuruan bagi pribumi serta menerbitkan bukubuku perjuangan dan pelajaran. Aktivitasnya itu dapat diduga sangat berpengaruh pada perwatakan Pramoedya kecil, terutama tumbuhnya jiwa kerakyatan dan kebangsaan dalam dirinya, meskipun hal ini sangat terbatas sejauh pemahamannya sebagai anak kecil. Selain ayahnya orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masa kecil Pramoedya, sosok ibunya juga memberikan pengaruh yang tidak sedikit. Ibunya adalah seorang aktivis perempuan bernama Oemi Saidah. Ia adalah anak dari seorang selir penghulu Rembang yang telah melahirkan Oemi Saidah yang diceraikan dan diusir dari kediaman penghulu. Kisah hidup neneknya yang demikian menjadi inspirasi bagi Pramoedya untuk menulis roman Gadis Pantai, sebuah unfinished novel, karena roman itu sebenarnya adalah buku pertama dari sebuah trilogi. Sangat disayangkan bahwa dua naskah lainnya hilang dalam huru-hara 1965, saat ketika banyak
naskah Pramoedya dirampas dan dibakar sebelum sempat diterbitkan.
Ibu Pramoedya sendiri adalah seorang perempuan yang lembut dan pada waktu tertentu bisa berubah menjadi keras dan tegas. Dalam ingatan Pramoedya, ia adalah sosok perempuan satu-satunya di dunia yang ia cintai dengan tulus. Di waktu-waktu kemudian ternyata sosok ibu ditempatkan menjadi ukuran bagi Pramoedya dalam menilai setiap perempuan yang ia
kenal. Selain itu, sosok ini pulalah yang nampaknya menjadi figur yang banyak ia citrakan sebagai sosok seorang ibu dalam beberapa ceritanya.
Misalnya dalam cerita pendek Yang Sudah Hilang ataupun Kemudian Lahirlah Dia, seorang ibu yang tegas namun penuh kasih sayang. Dengan latar belakang keluarga seperti itu, Pramoedya kemudian masuk sekolah dasar yang dipimpin oleh ayahnya sendiri. Mengenai riwayat pendidikannya ini, Pramoedya kecil bukanlah seorang siswa yang menonjol secara prestasi. Tiga kali ia tidak naik kelas serta harus belajar langsung di bawah pengawasan sang ayah. Dan ketika lulus dari kelas tujuh setelah mengenyam sekolah dasar selama sepuluh tahun, ia justru diharuskan kembali mengulang belajar di kelas tersebut oleh sang ayah yang masih
menganggap Pramoedya sebagai anak yang bodoh.
Pramoedya kemudian meneruskan pelajarannya di sebuah sekolah kejuruan radio (Radio Vakschool) di Surabaya atas biaya ibunya, karena sang ayah menolak menyekolahkan Pramoedya di MULO (setingkat SLTP). Namun pecahnya Perang Dunia II membuat ijazah sekolah itu tak pernah sampai di tangan Pramoedya. Hal ini erat kaitannya dengan wajib militer
yang dikenakan kepada para pelajar oleh pemerintah Jepang yang tidak disukai Pramoedya, sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan kursus tersebut sebelum memperoleh ijazah.
Di awal penjajahan Jepang, Pramoedya menemui kenyataan pahit karena ibu yang sangat dicintainya meninggal pada 3 Juni 1942 akibat TBC. Kepergian sang ibu sangat mengguncang hati Pramoedya. Setelah ibunya meninggal, Pramoedya berusaha membantu mengurus keluarga, karena ia adalah anak sulung yang masih mempunyai tujuh orang adik. Saat berumur 17 tahun, bersama adiknya Pramoedya diharuskan meninggalkan rumah dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke Jakarta, lalu tinggal di rumah salah seorang pamannya.
Pertama kali datang ke Jakarta, Pramoedya bekerja sebagai juru ketik di kantor berita Jepang, Domei. Di kantor ini Pramoedya mulai mencoba menulis dan mengirimkannya ke koran Pemandangan, namun tak ada satu karya pun dimuat. Selain itu Pramoedya juga pernah mendapat kursus stenografi, ilmu ekonomi, sosiologi, sebelum akhirnya keluar dari pekerjaannya, lalu melarikan diri dengan bersembunyi di sebuah desa bernama Tanjung sampai masa kemerdekaan Indonesia.
Selain sebagai pengarang, Pramoedya juga sangat suka melakukan riset sejarah. Tetralogi Karya Buru dan roman Arus balik bisa disebut sebagai karya yang tak mungkin lahir tanpa dilakukan riset sejarah yang mendalam. Riset sejarah kembali dilakukan Pramoedya untuk penulisan
buku Panggil Aku Kartini Saja, serta beberapa rangkaian karangan mengenai Multatuli yang sangat dikaguminya. Karya Multatuli, Max Havelaar, pernah diterjemahkannya dan secara bersambung dirubrik kebudayaan Lentera, namun pemuatannya tidak selesai.
Kemampuan bahasa Belanda Pramoedya memang cukup baik meski di masa kecilnya Pramoedya tidak begitu serius mempelajarinya. Selain Max Havelaar, ia menerjemahkan sebuah buku berbahasa Belanda berjudul Moeder, Waarom Leven Wij? (Ibu, Mengapa Kita Hidup?) karangan Lode Zielends, seorang yang bahasanya bagi orang Belanda sekarang pun tidak
mudah dipahami. Hal itu dilakukan Pramoedya di masa mudanya dan masih banyak karya terjemahan Pramoedya yang lain. Semuanya semakin memantapkan sosok Pramoedya bukan hanya sebagai sastrawan, tetapi juga sebagai intelektual peneliti dan penterjemah.
Setelah merasa namanya sebagai pengarang sudah cukup dikenal, akhirnya pada tanggal 13 Januari 1950. Pramoedya menikah dengan seorang gadis yang telah dilamarnya sejak ia masih berada dalam penjara Belanda.
Banyak karya-karyanya yang ditulis di masa itu (sekitar tahun 1950-an). Integritasnya pada kesusasteraan kemudian membuatnya mendapatkan beasiswa dari Sticusa (Stichting Culturele Samunwerking, sebuah lembaga kebudayaan Indonesia Belanda) untuk bekerja di Nederland. Beasiswa ini hanya dijalaninya selama enam bulan dari rencana satu tahun.
Ternyata kondisi keluarga yang dibangunnya mulai memburuk di tahun kelima perkawinan mereka, akhirnya Pramoedya bercerai dan tidak berapa lama Pramoedya menikah lagi dengan gadis bernama Maimunah, anak H.A. Thamrin, saudara kandung nasionalis terkemuka Mohammad Husni Thamrin. Pramoedya menikah dalam situasi tanpa uang sedikitpun.
Meskipun begitu, dukungan teman-temannya cukup berarti. Rivai Apin, A.S. Dharta, Ajip Rosidi, adalah teman-temannya yang menghadiri pernikahan itu. Bahkan A.S. Dharta kemudian memberinya proyek penerjemahan novel Maxim Gorky berjudul Ibunda, untuk membantu
menyelesaikan persoalan ekonomi yang berlarut-larut menimpanya. Sebelum itu, Pramoedya sempat menerbitkan novel Korupsi (1954) dan Midah Si Manis Bergigi Emas (1954).
Pramoedya juga terlibat dalam penyusunan surat Kepercayaan Gelanggang. Ia juga aktif dalam berpolitik. Ia juga diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Golongan Fungsional Kementrian Putera (Pergerakan Tenaga Rakyat). Selain itu menjadi ketua “Discusi Club Simpati Sembilan”, sebuah kelompok diskusi yang antara lain mencetuskan “kembali ke UUD 1945”, pada tanggal 22-28 januari 1959. Pramoedya juga terpilih sebagai anggota pimpinan pleno dalam Kongres Nasional Lekra yang diadakan di Solo. Saat itulah secara resmi Pramoedya mulai dilibatkan dalam Lekra.
Karena Lekra memiliki kedekatan dengan PKI, maka para aktivis, simpatisan dan siapapun yang diduga terlibat PKI banyak yang dipenjarakan sebelum kemudian dibawa ke Pulau Buru, begitu juga dengan Pramoedya.
Selama Pramoedya diasingkan di Pulau Buru, semangat menulisnya tidak menjadi luntur. Bahkan dari Pulau Buru inilah lahir karya masterpiece Pramoedya. Empat buah buku yang disusun sebagai tetralogi Karya Buru berhasil ditulisnya, begitu juga dengan roman Arus Balik.
Pada hari Minggu pagi 30 April 2006 di Utan Kayu, Jakarta Timur, Pramoedya meninggal dunia karena penyakit infeksi paru-paru dan komplikasi diabetes. Dua hal penting sepeninggal Pramoedya Ananta Toer adalah warisannya untuk dunia dan perlakuan bangsa Indonesia terhadap warisan itu. Warisan Pram terbesar adalah rasa cinta mendalam dari berbagai bangsa pada sebuah negeri bernama Indonesia, sedangkan perlakuan yang paling diharapkan adalah bagaimana warisan itu dapat diterima dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya